Ustadz Abdul Somad (UAS), Ulama Indonesia, ditolak masuk ke negara kota Singapura pada Senin, 16 Mei 2022 di Terminal Feri Tanah Merah, karena kriteria not eligible (tidak memenuhi syarat). Padahal menurut Kepala Imigrasi Kelas I Batam ia sudah clear: "Untuk keberangkatan, dokumen keimigrasian yang digunakan UAS lengkap. Untuk itu berangkat dari Batam ke singapura kemarin tidak ada masalah," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Batam, Subki Miuldi di Kota Batam, Kepulauan Riau, sebagaimana dilansir dari Antara pada Selasa (17/5/2022). Pada klarifikasi yang telah Ustadz Somad sampaikan ke banyak media, ia pun sudah melengkapi semua dokumen yang diperlukan dan bertujuan untuk wisata. Pada saat diintrogasi, UAS juga sempat ditahan di ruangan kecil selama 1 jam dan dipisahkan dari 6 orang anggota keluarga termasuk bayinya.
Abdul Somad tidak memiliki status hukum kriminal apapun di Indonesia, tidak ada diputus bersalah oleh Pengadilan di Indonesia, termasuk tidak ditetapkan Red Notice oleh Pemerintah Indonesia untuk dicekal keluar negeri. Namun singapura dengan subjektif dan argumentasi awal yaitu tidak memenuhi syarat, kemudian menyusul beberapa hari kemudian barulah muncul alasan baru dari Kementerian Dalam Negeri singapura bahwa UAS berfaham ekstrimisme dan segregasi tanpa tahu kajian objektif dari ceramah tersebut. Padahal, Ustadz Somad sudah pernah berceramah di berbagai markas Kepolisian Daerah RI, di markas besar Angkatan Darat, di hadapan Ketua DPR MPR dan DPD RI, bahkan biasa berceramah sampai ke negara Malaysia dan Brunei Darussalam (dijadikan Profesor Tamu). Penolakan terhadap UAS yang memiliki follower jutaan orang ini, justru dapat menjadi bumerang bagi pariwisata singapura.
Duta Besar RI di Singapura Suryopratomo menyatakan sudah mengirimkan Nota Diplomatik untuk mempertanyakan hal tersebut, begitupun protes keras dari banyak kalangan termasuk DPR RI, dan khususnya umat Islam di Indonesia. Namun, Pemerintah Pusat RI khususnya Kementerian Luar Negeri terlihat bersikap membiarkan hal tersebut, terlihat dari tidak adanya upaya protes dari otoritas Pemerintah Pusat RI, maupun Kemenlu untuk sekedar memanggil Duta Besar Singapura untuk Indonesia sekalipun. Berbeda terbalik ketika pada tahun-tahun sebelumnya dimana Pemerintah RI mengadvokasi kasus-kasus TKI yang divonis mati diluar negeri. Namun perlakuan berbeda diterima oleh Ustadz Dr. Abdul Somad, Dosen Universitas Islam Negeri Riau dan alumnus S-3 Oumdurman Islamic University, Sudan, itu diketahui merupakan seorang Ulama yang tegas beragama Islam dan kritis terhadap Pemerintah. Padahal, Undang-Undang Dasar RI mengamanatkan perlindungan hukum dan melarang diskriminasi terhadap seluruh Warga Negara.
Berkaitan dengan kasus UAS, Ustadz KH. Muhammad Cholil Nafis (Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat, Bidang Dakwah. Yang juga merupkan pimpinan di PBNU) juga pernah mengalami hal diskriminasi di singapura. Ia menyatakan: "saya pernah tahun 2007 dari Malaysia naik kereta ke singapore diintrogasi 2 jam lebih di imigrasi karena nama saya di paspor awalan Muhammad", tulisnya di akun Twitter miliknya pada Rabu (18/5/2022). Hal ini menunjukkan, singapura yang merupakan negara mayoritas Non-Islam menerapkan suatu kebijakan yang diskriminatif bernuansa anti-Islam.
Perlakuan yang diterima oleh Ustadz Abdul Somad dan ulama lainnya merupakan bentuk kesewenangan dan diskriminasi singapura terhadap Islam, jika tidak dilakukan tindakan tegas oleh Pemerintah RI, Kemenlu, dan DPR RI, mungkin saja masalah ini bisa terulang. Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, dan berpenduduk Islam terbesar, harus dihormati dan diperlakukan secara adil oleh negara manapun.